TERAPI INHALASI RESPIRATORY
TERAPI INHALASI RESPIRATORY
1. PENDAHULUAN
Terapi inhalasi merupakan satu teknik pengobatan penting dalam proses
pengobatan penyakit respiratori (saluran pernafasan) akut dan kronik.
Penumpukan mukus di dalam saluran napas, peradangan dan pengecilan saluran
napas ketika serangan asma dapat dikurangi secara cepat dengan obat dan teknik
penggunaan inhaler yang sesuai. 1
Setelah sekian lama, terapi inhalasi memainkan peranan penting di dalam
merawat penyakit asma dan penyakit paru lainnya. Obat yang diberikan dengan
cara ini absorpsi terjadi secara cepat karena permukaan absorpsinya luas,
terhindar dari eliminasi lintas pertama di hati, dan pada penyakit paru-paru
misalnya asma bronkial, obat dapat diberikan langsung pada bronkus. Tidak
seperti penggunaan obat secara oral (tablet dan sirup) yang terpaksa melalui
sistem penghadangan oleh pelbagai sistem tubuh, seperti eleminasi di hati. 1,2
Terapi inhalasi dapat menghantarkan obat langsung ke paru-paru untuk segera
bekerja. Dengan demikian, efek samping dapat dikurangi dan jumlah obat yang
perlu diberikan adalah lebih sedikit dibanding cara pemberian lainnya.
Sayangnya pada cara pemberian ini diperlukan alat dan metoda khusus yang agak
sulit dikerjakan, sukar mengatur dosis, dan sering obatnya mengiritasi epitel
paru. 1,2
2. DEFINISI
Terapi inhalasi adalah pemberian obat ke dalam saluran napas dengan cara
inhalasi. 3
Terapi inhalasi juga dapat diartikan sebagai suatu pengobatan yang
ditujukan untuk mengembalikan perubahan-perubahan patofisiologi pertukaran gas
sistem kardiopulmoner ke arah yang normal, seperti dengan menggunakan
respirator atau alat penghasil aerosol. 4
3. TINJAUAN ANATOMI-FISIOLOGIS SALURAN
NAPAS
Untuk memahami tentang penggunaan serta farmakokinetik (terutama absorpsi
dan bioavailabilitas) dan farmakodinamik obat secara inhalasi, sebelumnya kita
harus memahami anatomi dan fisiologi pernapasan terlebih dahulu.
Secara fungsional saluran pernapasan dibagi atas bagian yang berfungsi
sebagai konduksi (penghantar udara) dan bagian yang berfungsi sebagai respirasi
(pertukaran gas). Pada bagian konduksi, udara bolak-balik di antara atmosfir
dan jalan napas seakan organ ini tidak berfungsi (dead space), akan
tetapi organ tersebut selain sebagai konduksi juga berfungsi sebagai proteksi
dan pengaturan kelembaban udara. Adapun yang termasuk ke dalam konduksi adalah
rongga hidung, rongga mulut, faring, laring, trakea, sinus bronkur dan
bronkiolus nonrespiratorius. 5
Pada bagian respirasi akan terjadi pertukaran udara (difus) yang sering
disebut dengan unit paru (lung unit), yang terdiri dari bronkiolus
respiratorius, duktus alveolaris, atrium dan sakus alveolaris. 5
Secara histologis epitel yang melapisi permukaan saluran pernapasan terdiri
dari epitel gepeng berlapis berkeratin dan tanpa keratin di bagian rongga
mulut; epitel silindris bertingkat bersilia pada rongga hidung, trakea, dan
bronkus; epitel silindris rendah/kuboid bersilia dengan sel piala pada
bronkiolus terminalis; epitel kuboid selapis bersilia pada bronkiolus
respiratorius; dan epitel gepeng selapis pada duktus alveolaris dan sakus
alveolaris serta alveolus. Di bawah lapisan epitel tersebut terdapat lamina
propria yang berisi kelenjar-kelenjar, pembuluh darah, serabut saraf dan
kartilago. Dan berikutnya terdapat otot polos dan serabut elastin. 6
Dari semua itu barulah kita pahami bagaimana obat dapat masuk dan bekerja
pada paru-paru. Obat masuk dengan perantara udara pernapasan (mekanisme
inspirasi dan ekspirasi) melalui saluran pernapasan, kemudian menempel pada
epitel selanjutnya diabsorpsi dan sampai pada target organ bisa berupa pembuluh
darah, kelenjar dan otot polos.
Agar obat dapat sampai pada saluran napas bagian distal dan mencapai target
organ, maka ukuran partikel obat harus disesuaikan dengan ukuran/diameter
saluran napas.
4. TUJUAN DAN SASARAN
Karena terapi inhalasi obat dapat langsung pada sasaran dan absorpsinya
terjadi secara cepat dibanding cara sistemik, maka penggunaan terapi inhalasi
sangat bermanfaat pada keadaan serangan yang membutuhkan pengobatan segera dan
untuk menghindari efek samping sistemik yang ditimbulkannya.
Biasanya terapi inhalasi ditujukan untuk mengatasi bronkospasme,
meng-encerkan sputum, menurunkan hipereaktiviti bronkus, serta mengatasi
infeksi. Terapi inhalasi ini baik digunakan pada terapi jangka panjang untuk
menghindari efek samping sistemik yang ditimbulkan obat, terutama penggunaan
kortikosteroid. 3
5.
INDIKASI
Penggunaan terapi inhalasi ini diindikasikan untuk pengobatan asma,
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), sindrom obstruktif post tuberkulosis,
fibrosis kistik, bronkiektasis, keadaan atau penyakit lain dengan sputum yang
kental dan lengket. 3
Penggunaannya terbatas hanya untuk obat-obat yang berbentuk gas atau cairan
yang mudah menguap dan obat lain yang berbentuk aerosol. 2
Pada penyakit Asma dan Chronic Obstructive pulmonal disease (COPD =
PPOK & PPOM) terapi inhalasi merupakan terapi pilihan. 7 Dengan
terapi inhalasi obat dapat masuk sesuai dengan dosis yang diinginkan, langsung
berefek pada organ sasaran. Dari segi kenyamanan dalam penggunaan, cara terapi
MDI banyak disukai pasien karena obat dapat mudah di bawa ke mana-mana. Kemasan
obat juga menguntungkan karena dalam satu botol bisa dipakai untuk 30 atau
sampai 90 hari penggunaan. 8
6. KONTRA INDIKASI
Kontra indikasi mutlak pada terapi inhalasi tidak ada. Indikasi relatif
pada pasien dengan alergi terhadap bahan atau obat yang digunakan. 3
7.
CARA PENGGUNAAN BERBAGAI TERAPI INHALASI
Ada beberapa cara dalam terapi inhalasi, yaitu (1) inhaler dosis terukur
(MDI, metered dose inhaler), (2) penguapan (gas powered hand held
nebulizer), (3) inhalasi dengan intermitten positive pressure breathing (IPPB),
serta (4) pemberian melalui intubasi pada pasien yang menggunakan ventilator.
3,7
7.1. INHALER
DOSIS TERUKUR
Inhaler dosis terukur atau lebih sering disebut MDI diberikan dalam bentuk
inhaler aerosol dengan/tanpa spacer dan bubuk halus (dry powder
inhaler) yaitu diskhaler, rotahaler, dan turbohaler. Pada umumnya digunakan
pada pasien yang sedang berobat jalan dan jarang dipergunakan di rumah sakit.
Cara ini sangat mudah dan dapat dibawa kemana-mana oleh pasien, sehingga
menjadi pilihan utama pagi penderita asma. 1,3,7
MDI terdiri atas 2 bagian, yaitu bagian kotak yang mengandung zat dan
bagian mouthpiece. Bila bagian kotak yang mengandung zat ini dibuka
(ditekan), maka inhaler akan keluar melalui mouthpiece. 1,7
Pemakaian inhaler aerosol. Inhaler dikocok lebih dahulu agar
obat homogen, lalu tutupnya dibuka à inhaler dipegang tegak, kemudian dilakukan
maksimal ekspirasi pelan-pelan à mulut inhaler diletakan di antara kedua bibir,
lalu katupkan kedua bibir dan lakukan inspirasi pelan-peran. Pada waktu yang
sama kanester ditekan untuk mengeluarkan obat tersebut dan penarikan napas
diteruskan sedalam-dalamnya à tahan napas sampai 10 detik atau hitungan 10 kali
dalam hati. Prosedur tadi dapat diulangi setelah 30 detik sampai 1 menit
kemudian tergantung dosis yang diberikan oleh dokter. 1,3
Pemakaian inhaler aerosol dengan ruang antara (spacer). Inhaler
dikocok lebih dahulu dan buka tutupnya, kemudian mulut inhaler dimasukan ke
dalam lubang ruang antara à mouth piece diletakan di antara kedua bibir,
lalu kedua bibir dikatupkan, pastikan tidak ada kebocoran à tangan kiri
memegang spacer, dan tangan kanan memegang kanester inhaler à tekan
kanester sehingga obat akan masuk ke dalam spacer, kemudian tarik napas
perlahan dan dalam, tahan napas sejenak, lalu keluarkan napas lagi. Hal ini
bisa diulang sampai merasa yakin obat sudah terhirup habis. 3
Pemakaian diskhaler. Lepaskan tutup pelindung
diskhaler, pegang kedua sudut tajam, tarik sampai tombol terlihat à tekan kedua
tombol dan keluarkan talam bersamaan rodanya à letakkan diskhaler pada roda,
angka 2 dan 3 letakkan di depan bagian mouth piece à masukan talam
kembali, letakan mendatar dan tarik penutup sampai tegak lurus dan tutup
kembali à keluarkan napas, masukan diskhaler dan rapatkan bibir, jangan
menutupi lubang udara, bernapas melalui mulut sepat dan dalam, kemudian tahan
napas, lalu keluarkan napas perlahan-lahan. à putar diskhaler dosis berikut
dengan menarik talam keluar dan masukan kembali. 3
Pemakaian rotahaler. Pegang bagian mulut rotahaler
secara vertikal, tangan lain memutar badan rotahaler sampai terbuka à masukan
rotacaps dengan sekali menekan secara tepat ke dalam lubang epat persegi
sehingga puncak rotacaps berada pada permukaan lubang à pegang permukaan
rotahaler secara horizontal dengan titik putih di atas dan putar badan
rotahaler berlawanan arah sampai maksimal untuk membuka rotacaps à keluarkan
napas semaksimal mungkin di luar rotahaler, masukan rotahaler dan rapatkan
bibir dengan kepala agak ditinggikan dengan kepala agak ditengadahkan ke belakang
à hiruplah dengan kuat dan dalam, kemudian tahan napas selama mungkin. à lalu
keluarkan rotahaler dari mulut, sambil keluarkan napas secara perlahan-lahan.
3
Pemakaian turbohaler. Putar dan lepas penutup turbohaler
à pegang turbohaler dengan tangan kiri dan menghadap atas lalu dengan tangan
kanan putar pegangan (grip) ke arah kanan sejauh mungkin kemudian putar kembali
keposisi semula sampai terdengar suara klik à hembuskan napas maksimal di luar
turbohaler à letakkan mouth piece di antara gigi, rapatkan kedua
bibir sehingga tidak ada kebocoran di sekitar mouth piece kemudian tarik
napas dengan tenang sekuat dan sedalam mungkin à sebelum menghembuskan napas,
keluarkan turbohaler dari mulut. Jika yang diberikan lebih dari satu dosis
ulangi tahapan 2 – 5 (tanda panah) dengan selang waktu 1 – 2 menit – pasang
kembali tutupnya. 3
Setelah penggunaan inhaler. Basuh dan kumur dengan menggunakan
air. Ini untuk mengurangi/menghilangkan obat yang tertinggal di dalam rongga
mulut dan tenggorokan, juga untuk mencegah timbulnya penyakit di mulut akibat
efek obat (terutama kortikosteroid). 1
Cara mencuci. Kegagalan mencuci inhaler dengan cara yang benar
akan menimbulkan sumbatan dan pada akhirnya dapat mengurangi jumlah/dosis obat.
Cusi bekar serbuk yang tertinggal di corong inhaler. Keluarkan belas obat dan
basuh inhaler dengan air hangat dengan sedikit sabun. Keringkan dan masukan
kembali ke dalam tempatnya. 1
Bagaimana cara untuk mengetahui inhaler sudah kosong. Setiap
inhaler telah dilabelkan dengan jumlah dos yang ada. Contoh di bawah akan
menerangkan bagaimana untuk menentukan kandungan obat di dalam inhaler. Jika
botol obat mengandungi 200 hisapan dan kita harus mengambil 8 hisapan sehari,
maka obat habis dalam 25 hari. Jika kita mula menggunakan inhaler pada tanggal
1 Mei, maka gantikan inhaler tersebut dengan yang baru pada/atau sebelum
tanggal 25 Mei. Tulis tanggal mula menggunakan inhaler pada botol obat untuk
menghindari kesalahan.
Kandungan inhaler juga boleh diperkirakan dengan cara memasukkan botol obat
ke dalam air. Kedudukan botol obat di dalam air menggambarkan kandungan obat
dalam inhaler.
7.2. PENGUAPAN (NEBULIZER)
Cara ini digunakan dengan memakai disposible nebulizer mouth piece
dan pemompaan udara (pressurizer) atau oksigen. Larutan nebulizer
diletakan di dalam nebulizer chamber. Cara ini memerlukan latihan khusus
dan banyak digunakan di rumah sakit. Keuntungan dengan cara ini adalah dapat
digunakan dengan larutan yang lebih tinggi konsentrasinya dari MDI. Kerugiannya
adalah hanya 50 – 70% saja yang berubah menjadi aerosol, dan sisanya
terperangkap di dalam nebulizer itu sendiri. 7
Jumlah cairan yang terdapat di dalam hand held nebulizer adalah 4 cc
dengan kecepatan gas 6 – 8 liter/menit. Biasanya dalam penggunaannya digabung
dalam mukolitik (asetilsistein) atau natrium bikarbonat. Untuk pengenceran
biasanya digunakan larutan NaCl. 1,7
Cara menggunakannya yaitu: Buka tutup tabung obat, masukan cairan obat ke
dalam alat penguap sesuai dosis yang ditentukan à gunakan mouth piece
atau masker (sesuai kondisi pasien). Tekan tombol “on” pada nebulizer à jika
memakai masker, maka uap yang keluar dihirup perlahan-lahan dan dalam inhalasi
ini dilakukan terus menerus sampai obat habismasker. Bila memakai mouth
piece, maka tombol pengeluaran `erosol ditekan sewaktu inspirasi, hirup uap
yang keluar perlahan-lahan dan dalam. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai
obat habis (10 – 15 menit). 3
Beberapa contoh jenis nebulizer antara lain: Simple nebulizer;
Jet nebulizer, menghasilkan partikel yang lebih halus, yakni
antara 2 – 8 mikron. Biasanya tipe ini mempunyai tabel dan paling banyak
dipakai di rumah sakit. Beberapa bentuk jet nebulizer dapat pula diubah sesuai
dengan keperluan, sehingga dapat digunakan pada ventilator dan IPPB, dimana
dihubungkan dengan gas kompresor. 7
Ultrasonik nebulizer, alat tipe ini menggunakan
frekuensi vibrator yang tinggi, sehingga dengan mudah dapat mengubah cairan
menjadi partikel kecil yang bervolume tinggi, yakni mencapai 6 cc/menit dengan
partikel yang uniform. Besarnya partikel adalah 5 mikron dan partikel dengan
mudah masuk ke saluran pernapasan, sehingga dapat terjadi reaksi, seperti
bronkospasme dan dispnoe. Oleh karena itu alat ini hanya dipakai secara
intermiten, yakni untuk menghasilkan sputum dalam masa yang pendek pada pasien
dengan sputum yang kental. 7
Antomizer nebulizer, partikel yang dihasilkan cukup
besar, yakni antara 10 – 30 mikron. Digunakan untuk pengobatan laring, terutama
pada pasien dengan intubasi trakea.7
7.3.
INTERMITEN POSITIVE PRESSURE BREATHING
Cara ini biasanya diberikan di rumah sakit dan memerlukan tenaga yang
terlatih. Cara ini jauh lebih mahal dan mempunyai indikasi yang terbatas,
terutama untuk pasien yang tidak dapat bernapas dalam dan pasien-pasien yang
sedang dalam keadaan gawat yang tidak dapat bernapas spontan. Untuk pengobatan
di rumah cara yang terbaik adalah dengan menggunakan MDI. 7
7.4. VENTILATOR
Dapat dengan menggunakan MDI atau hand held nebulizer, yakni melalui
bronkodilator Tee. Dengan cara ini sebenarnya tidak efektif oleh karena
banyak aerosol yang mengendap, sehingga cara ini dianggap kurang efektif
dibandingkan dengan MDI. 7
8.
AEROSOL DAN KEBERHASILAN TERAPI
Berhasil atau tidaknya pengobatan aerosol ini tergantung pada beberapa
faktor, yaitu: Ukuran partikel. Partikel dengan ukuran 8 – 15 mikron
dapat sampai ke bronkus dan bronkiolus, sedangkan partikel dengan ukuran 2
mikron dapat sampai le alveolus. Akan tetapi partikel dengan ukuran 40 mikron
hanya dapat sampai di bronkus utama. Partikel yang banyak digunakan pada terapi
aerosol adalah partikel yang berukuran antara 8 – 15 mikron. 7
Gravitasi (gaya berat). Semakin besar suatu partikel, maka
akan semakin cepat pula partikel tersebut menempel pada saluran pernapasan.
Akan tetapi keadaan ini juga tergantung pada viskositas dari bahan pelarut yang
dipakai. 7
Inersia. Inersia menyebabkan partikel didepositkan. Molekul
air mempunyai massa yang lebih besar daripada molekul gas di dalam saluran
pernapasan. Partikel yang ada di bronkus lebih mudah bertabrakan daripada
partikel yang ada di saluran pernapasan yang besar. Semakin kecil diameter
saluran pernapasan, maka akan semakin besar pula pengaruh dari inersia gas.
7
Aktivitas kinetik. Keadaan ini dialami oleh partikel
yang lebih kecil dari 0,5 mikron. Semakin besar energi kinetik yang digunakan,
maka akan semakin besar kemungkinan terjadinya tabrakan di antara aerosol dan
akan semakin mudah terjadinya kolisi dan selain itu juga akan semakin mudah
partikel tersebut bergabung. 7
Sifat-sifat alamiah dari partikel.
Sifat-sifat alamiah dari partikel ditentukan oleh tonik (osmotik). Larutan yang
hipotonik akan mudah kehilangan air akibat dari penguapan. Aerosol elektrik
yang dihasilkan oleh ultrasonik nebulizer bermuatan lebih besar daripada
mekanikal nebulizer. Pada temperatur yang panas molekul-molekul akan mempunyai
ukuran yang lebih besar dan akan mudah jatuh. 7
Sifat-sifat dari pernapasan. Pada prinsifnya jumlah dari
aerosol yang berubah menjadi cairan ditentukan pula oleh volume tidal,
frekuensi pernapasan, kecepatan aliran inspirasi, dan apakah bernapas melalui
mulut atau hidung, dan juga memeriksa faal pernapasan pada umumnya. 7
9.
OBAT/ZAT PADA TERAPI INHALASI
Obat/zat yang biasanya digunakan secara aerosol pada umumnya adalah beta 2
simpatomimetik, seperti metaprotenolol (Alupen), albuterol (Venolin dan
Proventil), terbutalin (Bretaire), bitolterol (Tornalat), isoetarin
(Bronkosol); Steroid seperti beklometason (Ventide), triamnisolon (Azmacort),
flunisolid ( Aerobid); Antikolinergik seperti atropin dan ipratropium
(Atrovent); dan Antihistamin sebagai pencegahan seperti natrium kromolin
(Intal). 7
Keuntungan dari aerosol ini baik diberikan secara aerosol maupun dengan
inhaler, adalah memberikan efek bronkodilator yang maksimal yang lebih baik
dari cara pemberian lain, sementara itu pengaruh sistemiknya hampir tidak ada.
Oleh karena itu cara pengobatan ini adalah merupakan cara yang paling optimal.
1,7,8
10.
EFEK SAMPING DAN KOMPLIKASI
Jika aerosol diberikan dalam jumlah besar, maka dapat menyebabkan
penyempitan pada saluran pernapasan (bronkospasme). Disamping itu bahaya
iritasi dan infeksi pada jalan napas, terutama infeksi nosokomial juga dapat
terjadi. 7
11.
KESIMPULAN
Terapi inhalasi adalah pemberian obat ke dalam saluran napas dengan cara
inhalasi. Terapi inhalasi merupakan satu teknik pengobatan penting
dalam proses pengobatan penyakit respiratori (saluran pernafasan) akut dan kronik.
Terapi inhalasi dapat menghantarkan obat langsung ke paru-paru untuk segera
bekerja. Dengan demikian, efek samping dapat dikurangi dan jumlah obat yang
perlu diberikan adalah lebih sedikit dibanding cara pemberian lainnya.
Sayangnya pada cara pemberian ini diperlukan alat dan metoda khusus yang agak
sulit dikerjakan, sukar mengatur dosis, dan sering obatnya mengiritasi epitel
paru.
Karena terapi inhalasi obat dapat langsung pada sasaran dan absorpsinya
terjadi secara cepat dibanding cara sistemik, maka penggunaan terapi inhalasi
sangat bermanfaat pada keadaan serangan yang membutuhkan pengobatan segera dan
untuk menghindari efek samping sistemik yang ditimbulkannya. Seperti
untuk mengatasi bronkospasme, meng-encerkan sputum, menurunkan hipereaktiviti
bronkus, serta mengatasi infeksi.
Penggunaannya terbatas hanya untuk obat-obat yang berbentuk gas atau cairan
yang mudah menguap dan obat lain yang berbentuk aerosol. Kontra indikasi mutlak
pada terapi inhalasi tidak ada. Kontra indikasi relatif pada pasien dengan
alergi terhadap bahan atau obat yang digunakan
Ada beberapa cara dalam terapi inhalasi, yaitu (1) inhaler dosis terukur
(MDI, metered dose inhaler), (2) penguapan (gas powered hand held
nebulizer), (3) inhalasi dengan intermitten positive pressure breathing (IPPB),
serta (4) pemberian melalui intubasi pada pasien yang menggunakan ventilator.
Setelah penggunaan inhaler, basuh dan kumur dengan menggunakan air. Ini
untuk mengurangi/menghilangkan obat yang tertinggal di dalam rongga mulut dan
tenggorokan, juga untuk mencegah timbulnya penyakit di mulut akibat efek obat
(terutama kortikosteroid). Berhasil atau tidaknya pengobatan aerosol ini
tergantung pada beberapa faktor, yaitu: ukuran partikel, gaya gravitasi,
inersia partikel, aktivitas kinetik, sifat alamiah partikel, dan sifat dari
pernapasan pasien.
Obat/zat yang biasanya digunakan secara aerosol pada umumnya adalah beta 2
simpatomimetik, kortikosteroid, antikolinergik, dan antihistamin. Bahaya
iritasi saluran napas dan terjadinya bronkospasme serta reaksi
hipersensitivitas (obat atau vehikulum) dapat terjadi pada penggunaan terapi
ini.
1.1 Latar belakang
Terapi inhalasi adalah cara pengobatan dengan cara memberi obat untuk dihirup
agar dapat langsung masuk menuju paru-paru sebagai organ sasaran obatnya.
Terapi inhalasi adalah terapi dengan memanfaatkan uap hasil dari kerja mesin
Nebulizer. Uap air yang berasal dari campuran obat dan pelarutnya dipercaya
dapat langsung mencapai saluran pernafasan, sehingga efektif untuk mengatasi
masalah di daerah tersebut.
Inhalasi sering digunakan pada anak-anak dibawah usia 10 tahun. Batuk / pilek
karena alergi dan asma adalah gangguan saluran pernafasan yang paling umum
terjadi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Pengobatan Secara Inhalasi
Terapi inhalasi adalah cara pengobatan dengan cara memberi obat untuk dihirup
agar dapat langsung masuk menuju paru-paru sebagai organ sasaran obatnya.
Pemberian per inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam saluran
napas melalui hirupan.
2.2
Tujuan
Pada asma, penggunaan obat secara inhalasi dapat mengurangi efek samping yang
sering terjadi pada pemberian parenteral atau per oral, karena dosis yang
sangat kecil dibandingkan jenis lainnya. Terapi ini biasanya digunakan dalam
proses perawatan penyakit saluran pernafasan yang akut maupun kronik, misalnya
pada penyakit asma. Asma termasuk penyakit yang sering terjadi pada anak-anak.
Asthma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial yang mempunyai ciri
bronchospasme periodik (kontraksi spasme pada saluran nafas). Selain asma ada
batuk / pilek karena alergi adalah gangguan saluran pernafasan yang paling umum
terjadi. Banyak cara dicoba untuk mempercepat penyembuhan dan pengurangan
gejala akibat masalah ini termasuk secara inhalasi.
2.3
Keuntungan & Kerugian
Keuntungannya, Dibandingkan dengan terapi oral (obat yang diminum), terapi ini
lebih efektif, kerjanya lebih cepat pada organ targetnya, serta membutuhkan
dosis obat yang lebih kecil, sehingga efek sampingnya ke organ lainpun lebih
sedikit. Sebanyak 20-30% obat akan masuk di saluran napas dan paru-paru,
sedangkan 2-5% mungkin akan mengendap di mulut dan tenggorokan. Bandingkan dengan
obat oral. Ibaratnya obat tersebut akan "jalan-jalan" dulu ke
lambung, ginjal, atau jantung sebelum sampai ke sasarannya, yakni paru-paru.
Pada
anak-anak, umumnya diberi tambahan masker agar obat tidak menyemprot
kemana-mana. Dengan cara ini, bayi/balita cukup bersikap pasif dan ini jelas
menguntungkan. Artinya, si kecil cuma perlu bernapas saja dan tak mesti begini
atau begitu. Kalaupun ia menangis, tak perlu khawatir juga karena efeknya malah
semakin bagus mengingat obatnya kian terhirup.
Kerugiannya, Jika penggunaan di bawah pemeriksaan dokter dan obat yang di pakai
tidak cocok dengan keadaan mulut dan sistem pernafasan , hal yang mungkin bisa
terjadi adalah iritasi pada mulut dan gangguan pernafasan. Jadi pengguna
pengobatan inhalasi akan terus berkonsultasi pada dokter tentang obat nya.
Selain hal itu obat relatif lebih mahal dan bahkan mahal dari pada obat oral.
2.4 Tindakan Keperawatan
PROSEDUR
INHALASI
1. Selang dan masker yang digunakan pasien harus masing-masing, artinya setiap pasien
harus memiliki sendiri.
2. Ikuti resep yang
dianjurkan oleh dokter, jangan memakai resep yang diberikan pada sakit
sebelumnya.
3. Perhatikan obat mana yang dapat digabung atau harus dipisah dalam pemberian terapi
3. Perhatikan obat mana yang dapat digabung atau harus dipisah dalam pemberian terapi
inhalasi.
4. Pada saat mesin dihidupkan, pasien tarik nafas dalam perlahan dengan mulut, tahan 2-3
4. Pada saat mesin dihidupkan, pasien tarik nafas dalam perlahan dengan mulut, tahan 2-3
detik dan hembuskan kembali. Pada anak-anak cukup dianjurkan bernafas
normal.
5. Ajarkan kepada
pasien untuk tidak bernafas terlalu cepat, karena ini akan menyebabkan
pusing, gemetardan mual.
6. Terapi
dilangsungkan kurang lebih 10-15 menit.
2.5 Cara
Pemasukan Obat
Cara
memberikan obat melalui hirupan tersebut dikenal sebagai terapi inhalasi.
Secara garis besar ada 3 macam alat/jenis terapi inhalasi, yaitu nebulizer,
MDI (metered dose inhaler), dan DPI (dry powder inhaler).
Jenis DPI yang
paling sering digunakan adalah turbuhaler. MDI adalah berupa alat
semprot yang berisi obat yang harus dihirup dengan ukuran dosis tertentu. Pada
MDI, obat yang dihirup dalam bentuk aeorosol (kabut), sedangkan pada DPI, obat
yang dihirup berupa serbuk kering. Diperlukan teknik yang benar untuk dapat
menggunakan MDI ini, antara lain perlu adanya koordinasi yang pas pada saat
menekan alat semprot tersebut dengan saat menghirup obatnya. Sehingga, untuk
anak-anak kecil, alat ini mungkin agak sulit cara menggunakannya, kecuali jika
sudah dilatih secara cukup.
Obat yang biasanya
digunakan dalam terapi inhalasi adalah golongan pelega saluran nafas
(bronkodilator) atau untuk mengurangi inflamasi atau peradangan jalan nafas
(golongan kortikosteroid). Ada obat-obat yang harus digunakan secara rutin
untuk mencegah serangan asma, dan ada obat-obat yang cukup digunakan pada saat
terjadinya serangan.
REFERENSI
/ DAFTAR PUSTAKA
- Wells, B.G., Dipiro, J.T., Schwinghammer, T.L., Hamilton,C.W., 2003, Pharmacotheraphy Handbook, fifth Ed, McGraw-Hill Companies, USA.
- Ikawati, Zulies, 2006, Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernafasan, Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.
- http://www.medscape.com
- metered dose inhaler.http://www.wikipedia.com
- Dr. Johan Talesu Sp.RM RS. Puri Indah Jakarta, www.dmeonline.com, lifemedicalsupplier.com
Reaksi:
|
Konsep Dasar
“ Latihan Nafas Dalam dan Batuk
Efketif “
1.
Pengertian Latihan Nafas Dalam dan Batuk Efektif
Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien
dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah mengeluarkan dahak secara
maksimal. Batuk merupakan gerakan refleks yang bersifat reaktif terhadap masuknya
benda asing dalam saluran pernapasan. Gerakan ini terjadi atau dilakukan tubuh
sebagai mekanisme alamiah terutama untuk melindungi paru paru.
Gerakan ini pula yang kemudian dimanfaatkan kalangan medis sebagai
terapi untuk menghilangkan lendir yang menyumbat saluran pernapasan akibat
sejumlah penyakit. Itulah yang dimaksud pengertian batuk efektif.
Batuk efektif merupakan batuk yang dilakukan dengan sengaja. Namun
dibandingkan dengan batuk biasa yang bersifat refleks tubuh terhadap masuknya
benda asing dalam saluran pernapasan, batuk efektif dilakukan melalui gerakan
yang terencana atau dilatihkan terlebih dahulu. Dengan batuk efektif, maka
berbagai penghalang yang menghambat atau menutup saluran pernapasan dapat
dihilangkan .
Latihan nafas dalam adalah suatu cara yang dilakukan melatih pernafasan
untuk menggunakan otot-otot pernafasan dengan baik.
2.
Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan
a.
Hidung = Naso = Nasal
Hidung
merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang ( cavum nasi),
dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Didalam terdapat bulu-bulu yang
berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran-kotoran yang masuk kedalam
lubang hidung.
·
Bagian luar dinding terdiri dari kulit
·
Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan.
·
Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang
berlipat-lipat yang dinamakan karang hidung (konka nasalis), yang berjumlah 3
buah:
a)
konka nasalis inferior ( karang hidup bagian bawah)
b)
konka nasalis
media(karang hidung bagian tengah)
c)
konka nasalis superior(karang hidung bagian atas).
Diantara konka-konka ini terdapat 3 buah lekukan meatus yaitu meatus
superior (lekukan bagian atas), meatus medialis (lekukan bagian tengah dan
meatus inferior (lekukan bagian bawah). Meatus-meatus inilah yang dilewati oleh
udara pernafasan, sebelah dalam terdapat lubang yang berhubungan dengan tekak,
lubang ini disebut koana.
Dasar dari rongga hidung dibentuk oleh tulang rahang atas, keatas rongga
hidung berhubungan dengan beberapa rongga yang disebut sinus paranasalis, yaitu
sinus maksilaris pada rongga rahang atas, sinus frontalis pada rongga tulang
dahi, sinus sfenoidalis pada rongga tulang baji dan sinus etmodialis pada
rongga tulang tapis.
Pada sinus etmodialis, keluar ujung-ujung saraf penciuman yang menuju
ke konka nasalis. Pada konka nasalis terdapat sel-sel penciuman, sel tersebut
terutama terdapat di bagianb atas. Pada hidung di bagian mukosa terdapat
serabut-serabut syaraf atau respektor dari saraf penciuman disebut nervus
olfaktorius.
Disebelah belakang konka bagian kiri kanan dan sebelah atas dari
langit-langit terdapat satu lubang pembuluh yang menghubungkan rongga tekak
dengan rongga pendengaran tengah, saluran ini disebut tuba auditiva eustaki,
yang menghubungkan telinga tengah dengan faring dan laring. Hidung juga
berhubungan dengan saluran air mata disebut tuba lakminaris.
Fungsi hidung, terdiri dari
v bekerja sebagai saluran udara pernafasan
v sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung
v dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa
v membunuh kuman-kuman yang masuk,
bersama-sama udara pernafasan oleh leukosit yang terdapat dalam selaput lendir
(mukosa) atau hidung.
b.
Tekak = Faring
Merupakan
tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan. Terdapat dibawah
dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang
leher. Hubungan faring dengan organ-organ lain keatas berhubungan dengan rongga
hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana. Ke depan berhubungan
dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus fausium. Ke bawah
terdapat dua lubang, ke depan lubang laring, ke belakang lubang esofagus.
Dibawah
selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga dibeberapa tempat terdapat folikel
getah bening. Perkumpulan getah bening ini dinamakan adenoid. Disebelahnya
terdapat 2 buah tonsilkiri dan kanan dari tekak. Di sebelah belakang terdapat
epiglotis( empang tenggorok) yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan
makanan.
Rongga
tekak dibagi dalam 3 bagian:
ü bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koana yang disebut
nasofaring.
ü Bagian tengah yang sama tingginya dengan istmus fausium disebut
orofaring
ü Bagian bawah sekali dinamakan laringgofaring.
c. Pangkal
Tenggorokan (Laring)
Merupakan
saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak di depan bagian
faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea
dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorok
yang disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi
pada waktu kita menelan makanan menutupi laring.
Laring terdiri dari 5 tulang rawan antara lain:
1. Kartilago tiroid (1 buah)
depan jakun sangat jelas terlihat pada pria.
2. Kartilago ariteanoid (2 buah) yang berbentuk
beker
3. Kartilago krikoid (1
buah) yang berbentuk cincin
4. Kartilago epiglotis
(1 buah).
Laring
dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglotis yang
dilapisi oleh sel epiteliumnberlapis. Proses pembentukan suara merupakan hasil
kerjasama antara rongga mulut, rongga hidung, laring, lidah dan bibir.
Perbedaan suara seseorang tergsantung pada tebal dan panjangnya pita suara.
Pita suara pria jauh lebih tebal daripada pita suara wanita.
d. Batang
Tenggorokan ( Trakea)
Merupakan
lanjutan dari laring yang terbentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari
tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda. Sebelah dalam diliputi
oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia,hanya bergerak
kearah luar.
Panjang trakea 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos. Sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernafasan. Yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina.
Panjang trakea 9-11 cm dan dibelakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos. Sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernafasan. Yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina.
e. Cabang
Tenggorokan ( Bronkus)
Bronkus
terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri, bronkus lobaris kanan ( 3 lobus) dan
bronkus lobaris kiri ( 2 bronkus).bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10
bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental.
Bronkus segmentalisini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang
dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki: arteri, limfatik dan saraf.
·
Bronkiolus
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus. Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan nafas.
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus. Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan nafas.
·
Bronkiolus terminalis
Bronkiolus
membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis( yang mempunyai kelenjar
lendir dan silia)
·
Bronkiolus respiratori
Bronkiolus
terminalis kemudian menjadi bronkiolus respirstori. Bronkiolus respiratori
dianggap sebagai saluran transisional antara lain jalan nafas konduksi dan
jalan udara pertukaran gas.
·
Duktus alveolar dan sakus alveolar
Bronkiolus
respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar. Dan
kemudian menjadi alvioli.
f. Alveoli
Merupakan tempat pertukaran oksigen dan karbondioksida. Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2.
Merupakan tempat pertukaran oksigen dan karbondioksida. Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2.
Terdiri
atas 3 tipe:
·
Sel-sel alveolar tipe I : sel epitel yang membentuk
dinding alveoli
·
Sel-sel alveolar tipe II: sel yang aktif secara metabolik
dan nensekresikan surfaktan ( suatu fosfolifid yang melapisi permukaan dalam
dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)ahanan
·
Sel-sel alveolar tipe III: makrofag yang merupakan sel-sel
fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan.
g. Paru – paru
Merupakan
organ yang elastis berbentuk kerucut. Terletak dalam rongga dada atau toraks.
Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa
pembuluh dareah besar. Setiap paru mempunyai apeks dan basis, paru kanan lebih
besar dan terbagi menjadi 3 lobus dan fisura interlobaris. Paru kiri lebih
kecil dan terbagi menjadi 2 lobus. Lobus-lobus tersebut terbagi menjadi beberapa
segmen sesuai dengan segmen bronkusnya.
3. Tujuan
a.
Tujuan Latihan Nafas Dalam
·
Meningkatkan
kapasitas paru
·
Menegah
atelektasis
b.
Tujuan
Batuk Efektif
·
Membebaskan
jalan nafas dari akumulasi secret
· Mengeluarkan sputum untuk pemeriksaan diagnostik laboraturium
·
Mengurangi
sesak nafas karena akumulasi secret
4.
Indikasi
a.
Latihan Nafas Dalam dilakukan pada :
· Pasien dengan
gangguan paru obstruktif maupun restriktif
·
Pasien
pada tahap penyembuhan dari pembedahan thorax
·
Untuk
metode relaxasi
b.
Batuk
Efektif dilakukan pada :
· Pasien dengan gangguan saluran nafas akibat akumulasi secret
·
Pasien
yang akan di lakukan pemeriksaan diagnostik sputum
· Pasien setelah menggunakan bronkodilator
5.
Dasar Pemikiran
Latihan
nafas dalam adalah suatu cara untuk melatih pernafasan untuk menggunakan
otot-otot pernafasan dengan baik, sedangkan latihan batuk efektif adalah suatu
metode atau cara untuk mengeluarkan sputum yang ada di dalam saluran
pernafasan.
6.
Persiapan Alat
1.
Sarung tangan
2.
Bengkok
3.
Antiseptik (jika perlu)
4.
Sputum pot
5.
Tisu habis pakai
7.
Mekanisme Kerja
No
|
Prosedur
Kerja
|
Rasional
|
1.
|
Fase
Prainteraksi
A. Mengecek status pasien
B. Mencuci tangan
C. Menyiapkan alat
|
A. Untuk
mengetahui status penyakit pasien
B. Mencegah
infeksi nasokomial
C. Persiapan
melakukan tindakan
|
2.
|
Fase
Orientasi
A. Memberikan salam dan sapa nama pasien
B. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
C. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien
|
A.
Menjalin keakraban antara perawat dengan pasien
B.
Agar pasien memahami tujuan tindakan yang di lakukan
C.
Adanya kerja sama antara perawat dengan pasien
|
3.
|
Fase Kerja
A. Menjaga privacy pasien
B. Mempersiapkan pasien
C. Meminta pasien meletakkan satu tangan di dada dan satu tangan di
abdomen
D. Melatih pasien melakukan nafas perut (menarik nafas dalam melalui
hidung hingga 3 hitungan, jaga mulut tetap tertutup)
E. Meminta pasien merasakan mengembangnya abdomen (cegah lengkung pada
punggung)
F.
Meminta pasien menahan nafas hingga 3 hitungan
G. Meminta menghembuskan nafas perlahan dalam 3 hitungan (lewat mulut,
bibir seperti meniup)
H. Memasang perlak/alas dan bengkok (di pangkuan pasien bila duduk atau
di dekat mulut bila tidur miring)
I.
Meminta pasien untuk melakukan nafas dalam 2 kali , yang
ke-3: inspirasi, tahan nafas dan batukkan dengan kuat
J.
Menampung lendir dalam sputum pot
K. Merapikan pasien
|
A.
Agar pasien merasa privacinya di hargai
B.
Untuk memulai suatu tindakan
C.
Pasien merasakan gerakan inhalasi dan ekshalasi abodomen
D.
Untuk melatih kontraksi otot abdomen
E.
Untuk melancarkan proses ekspirasi
F.
Relaksasi otot abdomen
G.
Agar mengatur nafas saat ekshalasi
H.
Mempermudah pasien untuk mengeluarkan sputum
I.
Untuk mengeluarkan secret pada area jalan nafas
J.
Untuk menghindari bakteri terkontaminasi dengan pasien dan perawat lain
.
K.
Mengakhiri sebuah tindakan
|
4.
|
Fase
Terminasi
A.
Melakukan evaluasi tindakan
B.
Berpamitan dengan klien
C.
Mencuci tangan
D.
Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
|
A.
Pasien dapat memahami tindakan yang dilakukan
B.
Agar pasien merasa dihargai
C.
Mencegah infeksi nasokomial
D.
Pendokumentasian
|
8.
Format Evaluasi
No
|
Prosedur
Kerja
|
Nilai
|
|||
0
|
1
|
2
|
|||
1.
|
Fase
Prainteraksi
A. Mengecek status pasien
B. Mencuci tangan
C. Menyiapkan alat
|
||||
2.
|
Fase
Orientasi
A. Memberikan salam dan sapa nama pasien
B. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
C. Menanyakan persetujuan/kesiapan pasien
|
||||
3.
|
Fase Kerja
A. Menjaga privacy pasien
B. Mempersiapkan pasien
C. Meminta pasien meletakkan satu tangan di dada dan satu tangan di
abdomen
D. Melatih pasien melakukan nafas perut (menarik nafas dalam melalui
hidung hingga 3 hitungan, jaga mulut tetap tertutup)
E. Meminta pasien merasakan mengembangnya abdomen (cegah lengkung pada
punggung)
F.
Meminta pasien menahan nafas hingga 3 hitungan
G. Meminta menghembuskan nafas perlahan dalam 3 hitungan (lewat mulut,
bibir seperti meniup)
H. Memasang perlak/alas dan bengkok (di pangkuan pasien bila duduk atau
di dekat mulut bila tidur miring)
I.
Meminta pasien untuk melakukan nafas dalam 2 kali , yang
ke-3: inspirasi, tahan nafas dan batukkan dengan kuat
J.
Menampung lendir dalam sputum pot
K. Merapikan pasien
|
||||
4.
|
Fase
Terminasi
A.
Melakukan evaluasi tindakan
B.
Berpamitan dengan klien
C.
Mencuci tangan
D.
Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
|
Manado
,
Jumlah Aspek
Nilai Akhir = X 100
Jumlah Nilai Evaluator
Jumat, 03 Mei 2013
Makalah SUCTION (KDMII)
MAKALAH
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA II
SUCTION
Disusun oleh
kelompok 2 : Rudianto
Dosen pembimbing : Susmini,
S.K.M M.Kes
KEMENTERIAN
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN
PALEMBANG
PRODI KEPERAWATAN LUBUKLINGGAU
TAHUN AJARAN 2012/2013
KATA PENGANTAR
“Segala puji dan syukur kita haturkan atas
keridhoan Allah SWT, Tuhan yang telah memberikan beragam nikmat-Nya kepada kita
semua sehingga Alhamdulillah, saya
selaku penyusun diberikan kelancaran dalam menulis makalah yang berjudul “ Penghisapan Lendir
( Suction )
Kami selaku penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada
Ibu Susmini,
S.K.M, M.Kes selaku dosen Mata Kuliah KDM II
yang telah sudi memberikan sebagian ilmunya kepada kami selaku mahasiswa
terutama untuk saran perbaikan makalah ini, semoga semua kebaikan beliau akan
mendapatkan balasan yang berlipat ganda, amin.
Tiada gading yang tak retak, begitupun dalam penulisan
makalah ini tentu terdapat banyak kesalahan baik secara struktural penulisan
maupun isi materi yang diuraikan didalamnya. Semua saran yang konstruktif sangat saya harapkan demi perbaikan penulisan pada
masa yang akan datang.
Lubuklinggau, 5 April 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang 1
1.2 Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Suction, Tujuan,
Prinsip,Komplikasi 2
3.1 Persiapan Alat, Lingkungan, Klien 3
4.1 Pelaksaan 4
BAB III PENUTUP
5.1 Kesimpulan 8
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suctioning atau penghisapan merupakan tindakan untuk
mempertahankan jalan nafas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran
gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan secret pada klien yang tidak mampu
mengeluarkannya sendiri. ( Ignativicius, 1999 ).
Sebagian pasien mempunyai permasalahan di pernafasan yang memerlukan
bantuan ventilator mekanik dan pemasangan ETT (Endo Trakeal Tube),
dimana pemasangan ETT (Endo Trakeal Tube) masuk sampai percabangan
bronkus pada saluran nafas. Pasien yang terpasang ETT (Endo Trakeal Tube)
dan ventilator maka respon tubuh pasien untuk mengeluarkan benda asing
adalah mengeluarkan sekret yang mana perlu dilakukan tindakan suction
Suction adalah suatu tindakan untuk
membersihkan jalan nafas dengan memakai kateter penghisap melalui nasotrakeal
tube (NTT), orotraceal tube (OTT), traceostomy tube (TT) pada
saluran pernafasa bagian atas. Bertujuan untuk membebaskan jalan nafas,
mengurangi retensi sputum, merangsang batuk, mencegah terjadinya infeksi paru.
Prosedur ini dikontraindikasikan pada klien yang mengalami kelainan yang dapat
menimbulkan spasme laring terutama sebagai akibat penghisapan melalui trakea
gangguan perdarahan, edema laring, varises esophagus, perdarahan gaster, infark
miokard (Elly, 2000).
1.2 Tujuan
Tujuan dalam pembuatan
makalah tentang Suction meliputi dua bagian yaitu:
1.2.1
Tujuan umum :
·
Memberikan penjelasan tentang Suction, tujuan, serta pelaksanaan
·
Menjadikan makalah ini sebagai sumber referensi bacaan
1.2.2
Tujuan khusus :
·
Memenuhi salah satu tugas individu mata kuliah Kebutuhan
Dasar Manusia
BAB II
PEMBAHASAN
2 .1 Pengertian
Suction ( Penghisapan lender ) merupakan
tindakkan penghisapan yang bertujuan untuk mempertahankan jalan nafas sehingga
memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang adekuat dengan cara
mengeluarkan secret dari jalan nafas, pada klien yang tidak mampu
mengeluarkannya sendiri. Suction merupakan suatu metode untuk mengeluarkan
secret jalan nafas dengan menggunakan alat via mulut, nasofaring, atau trakeal
2.2
Tujuan
1. Mempertahankan
kepatenan jalan nafas
2. Membebaskan jalan
nafas dari secret/ lendir yang menumpuk
3. Mendapatkan sampel /
karet untuk tujuan diagnose
2.3 Prinsip
Tekhnik steril, agar
mikroorganisme tidak mudah masuk ke faring, trakeal dan bronki.
2.4 Komplikasi
a.
Hipoksia
b.
Trauma jaringan
c.
Meningkatkan resiko infeksi
d.
Stimulasi vagal dan bronkospasm
2.5 Kriteria
a. Kelengkapan alat
penghisap lender dengan ukuran slang yang tepat
b. Menggunakan satu selang penghisap lendir steril untuk satu klien
c. Menggunkan slang penghisap lendir yang lembut
d. Penghisapan dilakukan dengan gerakan memutar dan intermitten
e. Observasi tanda-tanda vital
b. Menggunakan satu selang penghisap lendir steril untuk satu klien
c. Menggunkan slang penghisap lendir yang lembut
d. Penghisapan dilakukan dengan gerakan memutar dan intermitten
e. Observasi tanda-tanda vital
2.6 Indikasi
1.
Klien mampu batuk secara efektif tetapi tidak mampu membersihkan sekret dengan
mengeluarkan atau menelan.
2.
Ada atau tidaknya secret yang menyumbat jalan nafas, dengan ditandai terdengar
suara pada jalan nafas, hasil auskultasi yaitu ditemukannya suara crakels atau
ronchi, kelelahan pada pasien. Nadi dan laju pernafasan meningkat, ditemukannya
mucus pada alat bantu nafas.
3.
Klien yang kurang responsive atau koma yang memerlukan pembuangan secret oral
3.1 Persiapan
3..2 Lingkungan
a.
Penjelasan pada kleuarga
b.
Pasang skerem/ tabir
c.
Pencahayaan yang baik
3.3 Klien
a. Penjelasan terhadap tindakan yang akan
dilakukan
b. Atur posisi klien :
1. Klien sadar : posisi semi fowler kepala miring ke satu sisi (oral
suction) dan posisi fowler dengan leher
ekstensi (nasal suction)
2. Klien tidak sadar : baringkan klien dengan posisi lateral menghadap
pelaksana tindakan (oral/nasal suction)
3.4 Alat-alat
1. Regulator vakum
set
2. Kateter penghiap steril sesuai ukuran
3. Air steril/ normal salin
4. Hanscoon steril
5. Pelumas larut dalam air
6. Selimut/ handuk
7. Masker wajah
8. Tong spatel k/p
2. Kateter penghiap steril sesuai ukuran
3. Air steril/ normal salin
4. Hanscoon steril
5. Pelumas larut dalam air
6. Selimut/ handuk
7. Masker wajah
8. Tong spatel k/p
3.5 Pelaksanaan
A. Fase orientasi
1. Salam terapeutik
2. Evaluasi/ validasi
3. Kontrak
1. Salam terapeutik
2. Evaluasi/ validasi
3. Kontrak
1. Suction Orofaringeal
Digunakan saat klien mampu batuk efektif tetapi tidak mampu
mengeluarkan sekresi dengan mencairkan sputum atau menelannya. Prosedur
digunakan setelah klien batuk.
1.
Siapkan peralatan disamping tempat tidur klien.
2.
Cuci tangan dan
memakai sarung tangan.
3.
Mengatur posisi klien (perhatikan keadaan umum klien).
4.
Pasang handuk pada bantal atau di bawah dagu klien.
5.
Pilih tekanan dan tipe unit vakum yang tepat.
6.
Tuangkan air
steril/ normal salin dalam wadah steril.
7.
Ambungkan kateter
penghisap steril ke regulator vakum.
8.
Ukur jarak antara daun telinga dan ujung hidung klien.
9.
Basahi ujung kateter dengan larutan steril.
10. Penghisapan,
masukkan ke satu sisi mulut klien dan arahkan ke orofaring dengan perlahan.
11. Sumbat
“port” penghisap dengan ibu jari. Dengan perlahan rotasi kateter saat menariknya, tidak boleh lebih dari 15 detik.
12. Bilas
kateter dengan larutan steril. Bila klien tidak mengalami disteress pernafasan,
istirahat 20-30 detik, sebelum memasukkan ulang kateter.
13. Bila
diperlukan penghisapan ulang, ulang langkah 9 -11.
14. Bila
klien mampu minta untuk nafas dalam dan batuk efektif diantara penghisapan.
15. Hisap
secret pada mulut atau bawah lidah setelah penghisapan orofaringeal.
16. Buang
kateter penghisap bersamaan dengn pelepasan hanscoon.
17. Cuci
tangan.
2. Suction ETT
1.
Kaji adanya tanda dan gejala yang mengindikasikan gejala
adanya sekresi jalan nafas bagian atas
2.
Jelaskan pada klien prosedur yang akan dilakukan
3.
Persiapkan alat dan bahan
4.
Tutup pintu atau tarik gorden
5.
Berikan pasien posisi yang benar
6.
Tempatkan handuk di atas bantal atau di bawah dagu klien
7.
Pilih tipe tekanan pengisap yang tepat untuk klien.
Misalnya tekanan 110-150 mmHg untuk dewasa, 95-110 mmHg untuk anak-anak, dan
50-95 untuk bayi.
8.
Cuci tangan
3. Suction tracheostomy
1.
Nyalakan peralatan pengisap dan atur regulator vakum pada
tekanan negative yang sesuai
2.
Jika diindikasikan tingkatkan oksigen tambahan sampai 100%
atau sesuai program dokter
3.
Gunakan peralatan pengisap dengan membuka bungkusan dengan
tetap menjaga kesterilan pengisap tersebut.
4.
Buka pelumas. Tekan dalam bungkusan kateter steril yang
terbuka tersebut tanpa menyentuh bungkusannya.
5.
Kenakan masker dan pelindung mata
6.
Kenakan sarung tangan steril pada kedua tangan atau
kenakan sarung tangan bersih pada tangan tidak dominan dan sarung tangan steril
pada tangan dominan.
7.
Angkat kateter pengisap dengan tangan dominan tanpa
menyentuh permukaaan yang tidak steril. Angkat selang penghubung dengan tangan
tidak dominan. Masukkan kateter ke dalam selang
8.
Periksa apakah peralatan berfungi dengan baik dengan
mengisap sejumlah normal saline dari Waskom
9.
Lumasi 6-8 cm kateter distal dengna pelumas larut air
10. Angkat peralatan pemberian oksigen, jika
terpasang dengan tangan tidak dominan. Tanpa melakukan pengisapan, dengan
perlahan tetapi cepat, insersikan kateter dengan ibu jari dan jari telunjuk
dominan ke dalam hidung dengan gerakan sedikit mirimg ke arah bawah atau
melalui mulut saat klien menghirup nafas
11. Lakukan
pengisapan secara intermitten sampai selam 10 detik dengan meletakkan dan
mengangkat ibu jari tidak dominan dari lubang ventilasi kateter sambil
memutarnya ke dalam dan keluar di antara ibu jari dan jari telunjuk dominan.
12. Bilas
kateter dengan selang penghubung dengan normal saline sampai bersih.
B. Fase Terminasi
1. Evaluasi terhadap tindakan yanmg telah dilakukan
2. Rencana tindak lanjut
3. Kontrak yang akan datang
C. Evaluasi dari hasil yang
diharapkan setelah melakukan tindakan
penghisapan sekret endotrakeal adalah (Setianto, 2007):
1.
Meningkatnya suara napas
2.
Menurunnya Peak Inspiratory Pressure, menurunnya
ketegangan saluran pernapasan, meningkatnya dinamik campliance paru,
meningkatnya tidal volume.
3.
Adanya peningkatan dari nilai arterial blood gas,
atau saturasi oksigen yang bisa dipantau dengan pulse oxymeter
4.
Hilangnya sekresi pulmonal.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.3 Kesimpulan
Suction
(Pengisapan Lendir) merupakan tindakan pengisapan yang bertujuan untuk
mempertahankan jalan napas, sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran
gas yang adekuat dengan cara mengeluarkan secret dari jalan nafas, pada klien
yang tidak mampu mengeluarkannya sendiri.
Suction
merupakan suatu metode untuk mengeluarkan secret jalan nafas dengan menggunakan
alat via mulut, nasofaring, atau trakeal
Comments
Post a Comment